Kuliah Perdana Program Pascasarjana (S2) Manajemen Pendidikan Gasal T.A 2013/2014
Suharsimi Arikunto:
“Supervisi Pendidikan Belum Sesuai Harapan”
Senin (9/9/2013) Program Studi S2 Manajemen Pendidikan (MP) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan Kuliah Perdana di Ruang Sidang Kampus I dengan tema Supervisi dan Perbaikan Kinerja Mutu Pendidikan. Hadir sebagai pemateri Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, pakar pendidikan yang juga dosen S2 MP UAD. Kuliah perdana diawali dengan sambutan oleh Kaprodi S2 Manajemen Pendidikan Prof. Suyata, Ph.D. dan dibuka oleh Direktur Pascasarjana UAD Prof. Dr. Achmad Mursyidi, Apt. Kuliah Perdana kali ini diikuti oleh 13 dosen dan 67 mahasiswa termasuk 20 mahasiswa baru dan 3 mahasiswa asing.
Supervisi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh atasan atau pimpinan terhadap berbagai aktivitas yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih manusiawi, bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Pembinaan berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Kegiatan supervisi biasa dilakukan oleh Kepala Sekolah maupun Pengawas.
“Pengalaman selama ini, supervisor tidak memperoleh informasi dan data yang sebenarnya. Jarang dilakukan inspeksi secara mendadak, apalagi diam-diam. Yang lazim, sudah ada pemberitahuan terlebih dahulu, meski satu hari sebelumnya,” ungkap Prof. Suharsimi.
Prof. Suharsimi yang lebih suka disapa Bunda Harsimi menyampaikan tentang model supervisi klinis. Model ini dikembangkan di Amerika Serikat. Supervisi dianalogikan dengan klinik dalam bidang kedokteran. Yaitu, bahwa orang sakit datang ke klinik atas kemauan sendiri, tidak ada dokter meminta pasien untuk berobat ke kliniknya. Demkian pula guru. Guru yg bermasalah diharapkan datang ke pengawas untuk dibimbingnya. Guru menyatakan apa yang dirasakan lemah kemampuannya. Sehingga pengawas dapat memberikan bantuan sesuai yang dibutuhkan oleh guru tersebut.
Dalam kenyataan, ada beberapa penyebab ketidakberhasilan pengawasan antara lain: tidak ada guru yang secara aktif datang ke pengawas, masih banyak Pengawas yang menempatkan diri sebagai sosok yang menakutkan, karena kedudukan pengawas lebih tinggi, sehingga guru merasa takut. Guru merasa khawatir kekurangannya diketahui oleh pengawas, sehingga banyak guru yang masih menyembunyikan masalah agar tidak diketahui oleh pengawas. Guru merasa tidak mempunyai masalah, merasa mampu. Jumlah pertemuan antara pengawas dan guru terbatas, karena pengawas jarang datang ke sekolah.
Model supervisi klinis kedua, bahwa dokter masa kini sebelum mendiagnosa pasien tentang apa penyakitnya, menyuruh pasien ke laboratorium unt memeriksakan diri, antara lain: tes darah, tes urine, dan lain-lain. Dari hasil laboratorium tersebut akan dapat diketahui jenis penyakitnya. Analogi dengan dokter, pengawas mengumpulkan data dari lab supervisi yaitu mengambil informasi tentang guru melalui kunjungan kelas , wawancara dengan siswa, mengamati kegiatan, mencermati dokumen, diskusi terfokus.
“Dengan supervisi pendidikan yang baik dan benar, pasti akan meningkatkan mutu pendidikan,” Suharsimi menutup materinya. (dan’s)